Tulisan ini lebih bersifat unek-unek saja, jadi mungkin kurang obyektif, karena pengamatan hanya daru sudut pandang penulis. Tapi…sepertinya kalau dibuat semacam polling atau jejak pendapat, mungkin saja banyak yang sependapat.
Tahun 2021 merupakan awal dari sejarah baru dunia pendidikan dengan meniadakan salah satu kegiatan dari standar penilaian di sekolah yaitu ujian nasional. Lewat Surat Edaran Mendikbud No. 1 Tahun 2021 yang ditandatangani langsung oleh mas menteri Nadim Anwar Makarim, jelas berisikan tentang peniadaan Ujian Nasional dan Ujian Kesetaraan, dan tidak lagi menjadikan syarat kelulusan atau seleksi ke jenjang pendidikan lebih tinggi. Peniadaan ujian nasional tersebut juga berkaitan dengan suasana waktu itu yang sedang darurat Covid, yang dianggap sebagai langkah responsif yang mengutamakan keselamatan dan kesehatan lahir batin peserta didik, tenaga pendidik dan tenaga kependidikan. Kemudian disampaikan juga lewat edaran bahwa sebagai gantinya adalah ujian diselnggarakan oleh masing-masing satuan pendidikan. Tetapi disisi lain, mendikbud pernah menyatakan bahwa ujian nasional tidak dihapus namun diganti dengan Asesmen Kompetensi Minimum dan survei karakter.
Dan memang sejak saat itu sampai dengan sekarang ujian nasional benar-benar hilang dan diganti dengan Asesmen Nasional Berbasis Komputer (ANBK). Sebetulnya program ANBK ini bagus dan sangat mirip dengan ujian nasional, bahkan kualitas soalnya juga tidak kalah dari ujian nasional. Bedanya hanya pada legal formalnya saja. Ujian nasional dulu dipersyaratkan untuk kelulusan dan masuk jenjang pendidikan lebih tinggi, sedangkan ANBK tidak mempengaruhi apa-apa terhadap siswa, hanya mempengaruhi masing-masing satuan pendidikan dalam menyelenggarakan pendidikan. Kemudian, dalam hal sasaran yang mengikuti, pada ujian nasional dilaksanakan oleh siswa tingkat (kelas) akhir, sedangkan ANBK pada siswa tingkat menengah, misal kelas 8 untuk SMP, kelas 11 untuk SMA/SMK.
Apa kelebihan dan kekurangan dari hilangnya ujian Nasional?
Setiap adanya perubahan sistem pasti mempunyai dampak, baik positif maupun negatif. Berikut ini ulasan tentang dampak positif dan negatif, dari sudut pandang penulis selama terjun dalam dunia pendidikan.
Dampak Positif
- Hilanganya ujian nasional akan sengat membuat perasaan lega dalam hal tekanan batin para siswa, guru, dan akademisi yang lain. Hal tersebut dapat dimaklumi karena sekian lama banyak sekolah yang merasa terbebani dengan hasil ujian nasional yang sangat rendah, bahkan dijadikan suatu syarat untuk kelulusan. Bahkan karena ingin membuat peserta didiknya lulus 100%, tidak sedikit sekolah yang “bermain mata”
- Dengan hilanganya ujian nasional maka kesenjangan pendidikan antara wilayah kota yang lengkap fasilitas dan sarananya dengan wilayah desa yang kurang dalam mengakses pembebelajaran, dapat terkurangi. Data ini sangat jelas kelihatan dari hasil ujian nasional antara siswa di perkotaan dan desa yang sangat mencolok. Hal tersebut dipengaruhi pada tingkat persaingan siswa dalam hal ingin mencari nilai yang baik antara di kota dengan desa sangat beda. Siswa di kota lebih banyak mendatangkan guru privat dan ikut bimbingan belajar, sedangkan siswa yang ada di desa kebanyakan hanya mengandalkan pembelajaran dari gurunya saja.
Dampak Negatif
- Salah satu dampak besar hilangnya ujian nasional adalah kurangnya standar tentang penilaian sekolah, karena sejak dihapuskan ujian nasional, penyelenggaran ujian oleh masing-masing satuan pendidikan. Jadi jelas antara sekolah yang satu dan yang lain beda soal dan kualitasnya. Hal ini sangat rentan sekali terhadap kecurangan, karena masing-masing sekolah tentunya ingin agar nilai kelulusan maksimal. Sekolah yang tetap mempertahankan idealisme dan obyektivitas biasanya malah menghasilkan nilai yang biasa-biasa saja. Tetapi sekolah yang mempunyai target agar nilai siswanya tinggi, maka bisa saja direalisasikan karena semua ditangan masing-masing sekolah.
- Dampak yang paling terasa sekali adalah pada saat siswa mendaftarkan ke jenjang pendidikan lebih tinggi. Banyak siswa yang punya prestasi akademik baik, tetapi tidak dapat diterima di sekolah negeri. Ironisnya lagi kebanyakan siswa tersebut berasal dari sekolah negeri yang dulu favorit dan menjadi incaran banyak siswa. Tetapi setelah proses KBM dengan tidak adanya standarisasi penilaian yang baku seperti ujian nasional, maka bisa jadi malah kalah dengan sekolah yang jelas punya motivasi tinggi dalam mengantarkan siswanya ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, dengan cara menaikkan level nilai. Dan itu sah-sah saja karena ada dasae hukumnya yaitu ujian diselenggarakan oleh masing-masing sekolah dengan mekanisme dan aturan sendiri.
- Banyak siswa sekarang yang kurang dalam motivasi belajar, karena tidak ada lagi ketakutan “tidak lulus”. Sekrang semuanya dipastikan lulus dengan syarat yang sangat ringan, dan tidak didasarkan nilai akademik. Kemudian sebagai gantinya yaitu ANBK tidak ada gebyarnya sama sekali. Banyak siswa yang kurang termtivasi untuk mencari nilai ANBK yang baik. Hal tersebut patut dimaklumi karena sama sekali tidak berpengaruh terhadap siswa itu sendiri. Kemudian siswa pada tingkat akhir, sekarang seperti santai saja karena tidak berpengaruh apa-apa terhadap pendaftaran ke jenjang pendidikan lebih tinggi. Ujian sekarang hanya sebagai syarat saja memenuhi salah satu kriteria kelulusan. Jadi asal siswa ikut ujian, maka seberapa pun nilainya bisa dipastikan lulus.
Rindu Ujian Nasional
Jika melihat kondisi 4 tahun terakhir ini sejak dihapusnya ujian nasional, sebetulnya ada rasa rindu untuk kembali ke aturan yang dulu, tetapi tentunya dengan dimodifikasi yang lebih humanis. Misalnya saja nih, tetap ada ujian yang soalnya dibuat standar nasional, tetapi hasilnya tidak mempengaruhi untuk kelulusan. Kemudian hal tersebut juga untuk pertimbangan mendaftar ke jenjang pendidikan lebih tinggi, tidak hanya nilai rapor saja.